Rabu, 03 Februari 2021

Ukiran Indah Ibu di Memoriku

 




Berulang-ulang terdengar anakku bernyanyi sambil asik menyusun legonya.

 “du…du…du…aku mulai bosan tak bisa jalan-jalan, belajar dirumah kangen teman-teman, kalau ada tamu jangan bersalaman, semua gara-gara Corona. Dirumah aja itu kaya ayah, dirumah aja ditemani bunda, dirumah aja bersama keluarga, berasama dirumah kita saling menjaga. Rajin cuci tangan untuk jaga diri, agar lebih sehat makan yang bergizi, walau tak bertemu penuh kasih sayang, sampai Corona pergi jauh menghilang”.

Sebuah lagu yang dua minggu lalu dikirim oleh guru TKnya sebagai tugas belajarnya di rumah. Lagu  yang menggambarkan keadaan hatinya, maka tidak heran bila sebentar saja mendengarkan lagu itu anakku langsung bisa meyanyikannya. Iya sudah hampir sebulan anak-anak belajar di rumah, dan aku sendiri bekerja dari rumah. Suasana baru yang harus kita lalui dalam waktu yang belum bisa ditentukan. Karena sebuah wabah pandemi yang sangat masif perkembangannya, kita sedang berada dalam sejarah dunia. Dimana makhluk kecil berukuran nano telah mengalahkan ego manusia. Allah menguji manusia agar tidak menampakkan kesombongannya. Dan karena itu kita beberapa bulan ini cukup di rumah saja, untuk kebaikan bersama. Apakah harus mengeluh bosan? Sebaiknya jangan. Walaupun sangat wajar sih bila merasa bosan kerena terbatasnya aktifitas, tetapi lebih memilih anjuran pemerintah adalah pilihan yang paling tepat. Untuk menjaga kesahatan diri dan keluarga dengan di rumah saja. Makan-makanan yang bergizi, jaga kebersihan diri dan lingkungan. Jangan dekati kerumunan, jaga jarak jangan sampai berdekatan. Ini semua kita laksanakan sebagai bentuk kehati-hatian.

 Aku adalah seorang ibu dengan dua anak yang masih kecil, anak pertamaku berusia 7 tahun dan anak keduaku berusia 5 tahun. Setiap hari hanya kita lalui bertiga saja di rumah karena suamiku adalah seorang abdi negara yang sedang ditugaskan di luar pulau Jawa. Bisa dibayankan bagaimana kami menahan sebuah rasa. Rindu ini semakin menggebu, seiring berjalannya waktu. Bila suasana normal, suamiku biasa pulang sebulan sekali. Tapi karena peristiwa ini, kami lebih memilih saling menjaga. Tidak mudik adalah sebuah pilihan yang sangat berat bagi keluarga kecil kami. Anak-anak ikut menahan rasa, yang mereka sendiri tidak memahami itu rasa apa. Rasa rindu yang tak tertahankan membuat ada-ada saja tingkah mereka yang menguras energi dan kesabaranku.

Seperti pagi ini, aku bekerja diruang kerja dan anak-anak asik bermain di ruang keluarga. Mungkin hanya akan bertahan tigapuluh menitan, aku bisa menengok pekerjaan kantorku. Setelahnya pasti anak-anakku sudah buka tutup pintu ruang kerjaku.

“Mama… aku sudah lapar” si adik mencoba mengalihkanku dari pekerjaanku

“ Cepet ma… aku lapar banget” teriakan si kecil lagi

“Mama… hari ini aku belajar apa?” si kakak minta diperhatikan

Ya begitulah, memang kita tidak sedang berlibur. Mungkin inilah saatnya, intropeksi diri. Ternyata di rumah saja juga menimbulkan masalah baru yang harus diselesaikan. Ketika dulu kita tak henti-hentinya mengeluh tentang pekerjaan kantor yang seabrek, hingga pekerjaan di rumah menjadi ketetetran dan akhirnya semua pekerjaan tidak terselesaikan dengan maksimal. Saat ini kita rasakan ternyata tugas rumah juga tidak ada habisnya, pokoknya ada saja yang harus kita kerjakan. Memang benar kata Allah dalam firmannya “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah”  Astagfirullah.

“Iya sebentar sayang…” segera kumatikan laptopku, kemudian aku keluar menanyakan apa yang dibutuhkan anak-anakku.

“ Adek lapar ya? Yuk kita buat kue bersama… “ ajakku pada si kecil agar dapat mengurangi kejenuhan. Aku sudah mulai hafal, ketika mereka rewel itu artinya mereka jenuh. Dan tugasku adalah mencari ide-ide setiap harinya agar mereka bisa bermain sambil belajar di rumah.

 “ Kita mau buat kue apa ma?  tapi habis buat kue belajar ya ma…”  kata kakaknya. Anak pertamaku sudah mulai tahu kewajibannya di rumah, agar tetap belajar.

“ Ayo kita buat pie susu, sipkan bahan-bahannya semua ya kak… ini mama tuliskan resepnya” lanjutku.

Akhirnya kita belajar membuat kue bersama, ternyata menjadi guru buat anak-anak sendiripun tidak mudah. Ketika anak-anak hanya dirumah saja, tidak bisa bersekolah dan bermain bersama dengan teman-temannya. Adalah tantangan besar untuk seorang ibu, mengajak anak-anak belajar, bermain dan memastikan supaya kegiatan belajar di rumah tidaklah membosankan. Akhirnya sambil menyelam minum air, anak anak mendapat ilmu kecakapan hidup (life skil) dari ibu dan tentunya perut anak-anak kenyang dengan memakan hasil masakannya sendiri.

Kulihat anak-anak begitu lahap memakan pie susu yang telah mereka buat sambil mengobrol asik.

“Dek kapan-kapan kita buat pie susu sendiri ya… ternyata mudah sekali membuatnya” kata kakak kepada adiknya.

“ Iya… mudah lan lezat” jawab adiknya.

Tersenyum lega aku dibuatnya, memberikan energi penyemangat untuk berfikir menyusun kegiatan untuk esok harinya. Mungkin membuat majalah dinding keluarga atau membuat perpustakaan keluarga atau kegiatan lainnya dirumah saja. Supaya semua kegiatan akan terukir indah pada memori pikiran anak-anak. Semua ilmu yang mereka dapat dari ibunya ketika Corona sedang hinggap di negeri yang kita cinta, Indonesia. Semoga keadaan segera kembali seperti semula, agar semua bisa beraktifitas seperti sediakala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Membangun Literasi Digital Keluarga

Mari kita intip kegiatan anak sulung kita didalam kamarnya, ternyata sedang serius dengan gadgetnya. Kemudian mari berjalan, kita lihat sang...