Berulang-ulang
terdengar anakku bernyanyi sambil asik menyusun legonya.
“du…du…du…aku mulai bosan tak bisa
jalan-jalan, belajar dirumah kangen teman-teman, kalau ada tamu jangan
bersalaman, semua gara-gara Corona. Dirumah aja itu kaya ayah, dirumah aja
ditemani bunda, dirumah aja bersama keluarga, berasama dirumah kita saling
menjaga. Rajin cuci tangan untuk jaga diri, agar lebih sehat makan yang
bergizi, walau tak bertemu penuh kasih sayang, sampai Corona pergi jauh
menghilang”.
Sebuah lagu
yang dua minggu lalu dikirim oleh guru TKnya sebagai tugas belajarnya di rumah.
Lagu yang menggambarkan keadaan hatinya,
maka tidak heran bila sebentar saja mendengarkan lagu itu anakku langsung bisa
meyanyikannya. Iya sudah hampir sebulan anak-anak belajar di rumah, dan aku
sendiri bekerja dari rumah. Suasana baru yang harus kita lalui dalam waktu yang
belum bisa ditentukan. Karena sebuah wabah pandemi yang sangat masif
perkembangannya, kita sedang berada dalam sejarah dunia. Dimana makhluk kecil
berukuran nano telah mengalahkan ego manusia. Allah menguji manusia agar tidak
menampakkan kesombongannya. Dan karena itu kita beberapa bulan ini cukup di rumah
saja, untuk kebaikan bersama. Apakah harus mengeluh bosan? Sebaiknya jangan.
Walaupun sangat wajar sih bila merasa bosan kerena terbatasnya aktifitas,
tetapi lebih memilih anjuran pemerintah adalah pilihan yang paling tepat. Untuk
menjaga kesahatan diri dan keluarga dengan di rumah saja. Makan-makanan yang
bergizi, jaga kebersihan diri dan lingkungan. Jangan dekati kerumunan, jaga
jarak jangan sampai berdekatan. Ini semua kita laksanakan sebagai bentuk
kehati-hatian.
Aku adalah seorang ibu dengan dua anak yang
masih kecil, anak pertamaku berusia 7 tahun dan anak keduaku berusia 5 tahun. Setiap
hari hanya kita lalui bertiga saja di rumah karena suamiku adalah seorang abdi
negara yang sedang ditugaskan di luar pulau Jawa. Bisa dibayankan bagaimana
kami menahan sebuah rasa. Rindu ini semakin menggebu, seiring berjalannya
waktu. Bila suasana normal, suamiku biasa pulang sebulan sekali. Tapi karena
peristiwa ini, kami lebih memilih saling menjaga. Tidak mudik adalah sebuah
pilihan yang sangat berat bagi keluarga kecil kami. Anak-anak ikut menahan
rasa, yang mereka sendiri tidak memahami itu rasa apa. Rasa rindu yang tak
tertahankan membuat ada-ada saja tingkah mereka yang menguras energi dan
kesabaranku.
Seperti pagi
ini, aku bekerja diruang kerja dan anak-anak asik bermain di ruang keluarga.
Mungkin hanya akan bertahan tigapuluh menitan, aku bisa menengok pekerjaan
kantorku. Setelahnya pasti anak-anakku sudah buka tutup pintu ruang kerjaku.
“Mama… aku
sudah lapar” si adik mencoba mengalihkanku dari pekerjaanku
“ Cepet ma…
aku lapar banget” teriakan si kecil lagi
“Mama… hari
ini aku belajar apa?” si kakak minta diperhatikan
Ya begitulah, memang kita tidak sedang
berlibur. Mungkin inilah saatnya, intropeksi diri. Ternyata di rumah saja juga
menimbulkan masalah baru yang harus diselesaikan. Ketika dulu kita tak
henti-hentinya mengeluh tentang pekerjaan kantor yang seabrek, hingga pekerjaan di rumah menjadi ketetetran dan akhirnya semua pekerjaan tidak terselesaikan dengan
maksimal. Saat ini kita rasakan ternyata tugas rumah juga tidak ada habisnya,
pokoknya ada saja yang harus kita kerjakan. Memang benar kata Allah dalam
firmannya “Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan, ia berkeluh kesah” Astagfirullah.
“Iya sebentar sayang…” segera kumatikan laptopku, kemudian aku
keluar menanyakan apa yang dibutuhkan anak-anakku.
“ Adek lapar ya? Yuk kita buat kue bersama… “ ajakku pada si kecil
agar dapat mengurangi kejenuhan. Aku sudah mulai hafal, ketika mereka rewel itu
artinya mereka jenuh. Dan tugasku adalah mencari ide-ide setiap harinya agar
mereka bisa bermain sambil belajar di rumah.
“ Kita mau buat kue apa ma?
tapi habis buat kue belajar ya ma…” kata kakaknya. Anak pertamaku sudah mulai
tahu kewajibannya di rumah, agar tetap belajar.
“ Ayo kita buat pie susu, sipkan bahan-bahannya semua ya kak… ini
mama tuliskan resepnya” lanjutku.
Akhirnya kita belajar membuat kue bersama, ternyata menjadi guru
buat anak-anak sendiripun tidak mudah. Ketika anak-anak hanya dirumah saja,
tidak bisa bersekolah dan bermain bersama dengan teman-temannya. Adalah
tantangan besar untuk seorang ibu, mengajak anak-anak belajar, bermain dan
memastikan supaya kegiatan belajar di rumah tidaklah membosankan. Akhirnya
sambil menyelam minum air, anak anak mendapat ilmu kecakapan hidup (life skil)
dari ibu dan tentunya perut anak-anak kenyang dengan memakan hasil masakannya
sendiri.
Kulihat anak-anak begitu lahap memakan pie susu yang telah mereka
buat sambil mengobrol asik.
“Dek kapan-kapan kita buat pie susu sendiri ya… ternyata mudah
sekali membuatnya” kata kakak kepada adiknya.
“ Iya… mudah lan lezat” jawab adiknya.
Tersenyum lega aku dibuatnya, memberikan energi penyemangat untuk berfikir
menyusun kegiatan untuk esok harinya. Mungkin membuat majalah dinding keluarga
atau membuat perpustakaan keluarga atau kegiatan lainnya dirumah saja. Supaya
semua kegiatan akan terukir indah pada memori pikiran anak-anak. Semua ilmu
yang mereka dapat dari ibunya ketika Corona sedang hinggap di negeri yang kita
cinta, Indonesia. Semoga keadaan segera kembali seperti semula, agar semua bisa
beraktifitas seperti sediakala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar