Jumat, 19 November 2021

Pilih mana?

Baru saja saya membaca sebuah postingan yang menggelitik untuk saya othak-athik. Yaitu dua pilihan, pilih mana punya suami gaji dua puluh juta jarang pulang atau gaji tiga juta ketemu setiap hari? Pastinya akan ada dua jawaban dengan banyak alasan. Mungkin juga memilih satu jawaban kemaruk yaitu memilih dekat dengan suami dengan gaji dua puluh tiga juta. Banyak kemungkinan yang akan kita lewati dalam kehidupan ini, jalan kehidupan ini tidak akan melulu mulus, lurus halus tanpa hambatan. Kita bisa bebas memilih yang kita suka, tapi Allah lah yang akan menentukan jalan yang terbaik bagi kita.

Kita bisa menyebut sebuah rasa, karena kita telah merasakan rasa itu. Tau apa itu rasa bahagia, karena pernah merasakan menderita. Tau apa itu rasa sakit, karena pernah merasakan sehat, dan berbagai rasa yang lainnya. Ujian kehidupan ini akan mendewasakan, kita tidak akan tau apa yang akan terjadi kelak dikemudian hari. Kita hanya bisa menulis sebuah visi dan misi, kemudian mengusahakan untuk meraihnya. Didalamya akan kita temukan berbagai rasa itu, rasa nano-nanonya kehidupan. Baik ketika kita bisa selalu bersama ataupun hidup berjauhan dengan pasangan hidup kita, masalah tetap akan datang sebagai bumbu sedapnya kehidupan.

Masuk kedalam sebuah fase kehidupan berumah tangga, sebuah fase setelah beberapa fase kehidupan telah dilewati sebelumnya. Selamat bagi mereka yang telah memasuki fase ini. Fase dimana banyak kejutan-kejutan yang tak dinyana. Termasuk tadi, sebuah pilihan atau lebih tepatnya takdir yang Allah berikan. Rumah tangga yang bisa selalu bersama dimanapun berada. Atau sebuah rumah tangga yang tertakdir merasakan bagaimana menjadi sebuah keluarga dengan anggota yang karena sebuah hal harus berjarak tempat maupun waktunya.

Ketika kita tertakdir mengalami LDM (Long Distance Mariage) dengan gaji suami duapuluh juta, kurang atau lebih, disana akan kita temukan masalah yang hampir sama yaitu sebuah perjuangan yang berat. Kita mengalami tempaan pendewasaan, karena dituntut untuk pandai mengolah rasa. Kelihatannya kalau semua keluarga ditanya tentang harapan, pastinya berharap bisa terus bersama dengan tercukupi semua kebutuhan. Tetapi ternyata ada keluarga yang kebagian ujian ini, jalan keluar dari masalah ini adalah dengan selalu bersabar dan bersyukur. Saling menasehati untuk selalu bersabar dan bersyukur itu mudah, ternyata implementasinya dalam kehidupan ini sangatlah berat.

Contoh sederhana salah satu yang akan dilalui adalah dalam menerapkan pembiasaan ibadah anak. Bila melihat kekompakan suami istri yang dapat mengajak anak-anaknya sholat berjamaah di masjid. Pastinya melihat hal ini sudah lumayan menguras emosi ya. Emosi rasa iri, rasa iri dalam kebaikan lho ya, boleh kan? Bagaimana dengan perasaan seorang ibu yang berjauhan dengan suami dengan anak laki-laki yang menjadi tanggung jawabnya? Bukankah seorang wanita memiliki keterbatasan untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid? Iya kalau jarak rumah dengan masjid berdekatan, anak-anak bisa berangkat sendiri ke masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Bagaimana bila jarak rumahnya jauh? Padahal anak laki-lakinya membutuhkan pembelajaran? Bagaimana membiasakan sholat subuhnya? Bagaimana dengan sholat Jumatnya? Yang pasti ibu harus berjuang lebih dari ibu-ibu yang lainnya, pastinya berat tetapi hal ini harus dijalani.

Diatas tadi baru contoh sederhana ya guys, padalah masalah yang lebih kompleks akan banyak ditemui dalam perjalanan rumah tangga. Bukan masalah penghasilan tiga juta, dua puluh juta atau dua puluh tiga juta, rejeki sudah diatur olehNya. Ternyata kitapun hanya sekedar bisa memilih, semua skenario telah disetting secara indah oleh pemilik hidup ini. Bila masalah-masalah yang dihadapi ditulis disini semua, sebagai sarana penumpahan unek-unek dihati, rasanya saya tidak sanggup melakukannya. Heheh karena pasti nanti akan capek menulisnya. Pada akhirnya harus banyak bersyukur dan bersabar. Bila kita tertakdir harus berjauhan dengan suami atau istri ya harus mengisi penuh pundi-pundi hati dengan rasa ini. Pun bagi yang tertakdir bisa selalu bersama dengan suami atau istri ya sama harus bertambah rasa syukurnya. Karena banyak sekali nikmat dariNya, bila pepehonan dijadikan pena dan air laut dijadikan tintanya tak akan sanggup menulis semua nikmatNya. Maka apapun yang kita hadapi saat ini mari bersyukur, bersabar dan selalu bersemangat.   

Rabu, 17 November 2021

Beban dan Perjalanan



Saat merasa beban hidup yang sedang dirasakan teramat berat, apa yang anda rasakan? Merasa paling menderita sedunia? Emosi tak menentu? Bangun tidur tidak sesegar biasanya. Apa yang salah dengan hari ini? Bukankah hari ini seperti hari-hari biasanya, duapuluh empat jam lamanya. Yang harus kita sambut dengan senyum ceria dan semangat yang bergelora didada. Tetapi kenapa rasa hati ini ada yang mengganjal? Ada apa dengannya? Ayo semangat! Ada tantangan untuk hari ini, yang harus kita pecahkan, ada jalan-jalan yang harus kita lewati, ada cerita yang harus kita lalui, ya hari ini istimewa.

Bila kita merasa bodoh, hari ini ada banyak pelajaran yang bisa kita pelajari. Bila hari ini dirasa sepi, ayo bersama keluar melihat dunia. Bila dada terasa sesak dengan berbagai macam masalah, ayo mendekatlah denganNya. Buka kitabNya, bacalah dengan perlahan kemudian bacalah terjemahan perayatnya. Nanti akan kita temui jalan keluar dari masalah kita, ternyata setelahnya kita akan rasakan lapang dada kita. Ternyata semua itu bersumber dari hati kita, hati yang kurang bersyukur, merasa paling berat beban hidupnya. Padahal tadi pagi kita bisa membuka mata, melihat dengan jelas. Setelah membuka mata, kita bisa bangkit dan kaki kita dapat berjalan dengan tegak. Berjalan ke kamar mandi kemudian dapat menikmati rasa buang air kecil atau besar dengan nyaman. Tidak ada rasa nyeri ataupun sakit, semua berjalan dengan normal. Itu berarti badan kita sehat, haruskah kita merasa nelangsa dengan itu semua?

Kemudian kita beranjak menunaikan sholat malam, semua bisa dilaksanakan dengan nikmat. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang akan kau dustakan? Semua anggota keluarga sehat, suami/istri dan anak-anak, kita bangunkan untuk melaksanakan sholat berjamaah juga mudah. Maka kemudahan mana lagi yang kita inginkan? Bukankah itu awal pagi yang indah? Tidak seharusnya kita menyalahkan keaadaan kita yang berbeda dengan yang lainnya. Cukup kita syukuri atas apa saja yang kita nikmati pagi ini.

Setiap orang membawa masalahnya masing-masing, dipikul sendiri-sendiri. Semua akan terasa berat bila dari awal kita membawanya, memang sudah merasa tidak ikhlas. Akan terus bertambah berat ketika jalan yang kita lalui menanjak dan terjal. Mungkin juga ketika jalan sedang menurun beban tetaplah berat. Pun ketika jalan rata, tetap terasa berat. Berbeda bila dari awal kita sudah bersiap dan berusaha menerima semua beban dalam perjalanan. Kita akan menyiapkan hati yang siap membawa semua beban, menyiapkan badan yang sehat untuk menumpu beratnya beban, menyiapkan cara agar bisa meringankan beban.

Begitulah hidup, lihatlah semua membawa bebannya sendiri-sendiri. Ada yang kelihatan ringan saja, padahal yang ada dipunggungnya adalah beban yang lebih berat dari yang sedang kita bawa. Ada juga yang masih tetap tersenyum, walau beban yang sedang digendongnya sampai membuat badannya terbungkuk. Bersyukurlah disebelah kita ada yang menggandeng, mendorong dari belakang, menarik dari depan, membantu membawakan beban itu. Bersyukurlah walau dari jarak jauh, tetap ada yang menyemangati, memfasilitasi, membantu meringankan beban itu walau secara tidak langsung.

Bismillah pasti semua bisa dilalui, teruslah berjalan dengan langkah pasti, beristirahatlah sebentar bila memang beban itu cukup membuat badanmu penat. Barang sejenak menepilah ditepi jalan sembari melihat lalu lalangnya orang berjalan dengan beban dipundaknya. Bersyukurlah, tarik nafas panjang dan lanjutkan perjalananmu kembali.

Membangun Literasi Digital Keluarga

Mari kita intip kegiatan anak sulung kita didalam kamarnya, ternyata sedang serius dengan gadgetnya. Kemudian mari berjalan, kita lihat sang...