Baru saja saya membaca sebuah postingan yang
menggelitik untuk saya othak-athik. Yaitu
dua pilihan, pilih mana punya suami gaji dua puluh juta jarang pulang atau gaji
tiga juta ketemu setiap hari? Pastinya akan ada dua jawaban dengan banyak
alasan. Mungkin juga memilih satu jawaban kemaruk
yaitu memilih dekat dengan suami dengan gaji dua puluh tiga juta. Banyak
kemungkinan yang akan kita lewati dalam kehidupan ini, jalan kehidupan ini
tidak akan melulu mulus, lurus halus tanpa hambatan. Kita bisa bebas memilih
yang kita suka, tapi Allah lah yang akan menentukan jalan yang terbaik bagi
kita.
Kita bisa menyebut sebuah rasa, karena kita
telah merasakan rasa itu. Tau apa itu rasa bahagia, karena pernah merasakan
menderita. Tau apa itu rasa sakit, karena pernah merasakan sehat, dan berbagai
rasa yang lainnya. Ujian kehidupan ini akan mendewasakan, kita tidak akan tau
apa yang akan terjadi kelak dikemudian hari. Kita hanya bisa menulis sebuah
visi dan misi, kemudian mengusahakan untuk meraihnya. Didalamya akan kita
temukan berbagai rasa itu, rasa nano-nanonya
kehidupan. Baik ketika kita bisa selalu bersama ataupun hidup berjauhan dengan
pasangan hidup kita, masalah tetap akan datang sebagai bumbu sedapnya
kehidupan.
Masuk kedalam sebuah fase kehidupan berumah
tangga, sebuah fase setelah beberapa fase kehidupan telah dilewati sebelumnya.
Selamat bagi mereka yang telah memasuki fase ini. Fase dimana banyak
kejutan-kejutan yang tak dinyana. Termasuk tadi, sebuah pilihan atau lebih
tepatnya takdir yang Allah berikan. Rumah tangga yang bisa selalu bersama dimanapun
berada. Atau sebuah rumah tangga yang tertakdir merasakan bagaimana menjadi
sebuah keluarga dengan anggota yang karena sebuah hal harus berjarak tempat
maupun waktunya.
Ketika kita tertakdir mengalami LDM (Long Distance Mariage) dengan gaji suami
duapuluh juta, kurang atau lebih, disana akan kita temukan masalah yang hampir
sama yaitu sebuah perjuangan yang berat. Kita mengalami tempaan pendewasaan,
karena dituntut untuk pandai mengolah rasa. Kelihatannya kalau semua keluarga
ditanya tentang harapan, pastinya berharap bisa terus bersama dengan tercukupi
semua kebutuhan. Tetapi ternyata ada keluarga yang kebagian ujian ini, jalan
keluar dari masalah ini adalah dengan selalu bersabar dan bersyukur. Saling menasehati
untuk selalu bersabar dan bersyukur itu mudah, ternyata implementasinya dalam
kehidupan ini sangatlah berat.
Contoh sederhana salah satu yang akan dilalui
adalah dalam menerapkan pembiasaan ibadah anak. Bila melihat kekompakan suami
istri yang dapat mengajak anak-anaknya sholat berjamaah di masjid. Pastinya melihat
hal ini sudah lumayan menguras emosi ya. Emosi rasa iri, rasa iri dalam
kebaikan lho ya, boleh kan? Bagaimana dengan perasaan seorang ibu yang
berjauhan dengan suami dengan anak laki-laki yang menjadi tanggung jawabnya? Bukankah
seorang wanita memiliki keterbatasan untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid?
Iya kalau jarak rumah dengan masjid berdekatan, anak-anak bisa berangkat
sendiri ke masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Bagaimana bila jarak
rumahnya jauh? Padahal anak laki-lakinya membutuhkan pembelajaran? Bagaimana membiasakan
sholat subuhnya? Bagaimana dengan sholat Jumatnya? Yang pasti ibu harus berjuang
lebih dari ibu-ibu yang lainnya, pastinya berat tetapi hal ini harus dijalani.
Diatas tadi baru contoh sederhana ya guys, padalah masalah yang lebih
kompleks akan banyak ditemui dalam perjalanan rumah tangga. Bukan masalah
penghasilan tiga juta, dua puluh juta atau dua puluh tiga juta, rejeki sudah
diatur olehNya. Ternyata kitapun hanya sekedar bisa memilih, semua skenario
telah disetting secara indah oleh
pemilik hidup ini. Bila masalah-masalah yang dihadapi ditulis disini semua, sebagai
sarana penumpahan unek-unek dihati, rasanya saya tidak sanggup melakukannya. Heheh
karena pasti nanti akan capek menulisnya. Pada akhirnya harus banyak bersyukur
dan bersabar. Bila kita tertakdir harus berjauhan dengan suami atau istri ya harus
mengisi penuh pundi-pundi hati dengan rasa ini. Pun bagi yang tertakdir bisa
selalu bersama dengan suami atau istri ya sama harus bertambah rasa syukurnya.
Karena banyak sekali nikmat dariNya, bila pepehonan dijadikan pena dan air laut
dijadikan tintanya tak akan sanggup menulis semua nikmatNya. Maka apapun yang
kita hadapi saat ini mari bersyukur, bersabar dan selalu bersemangat.